Era digital ini, kita semakin mudah mengakses informasi tanpa menyadari seberapa valid suatu informasi yang kita peroleh. Media memiliki peran yang besar dalam mengelola pemikiran publik, peran ini kadang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi melalui berita palsu atau hoax. Hoax disebarluaskan dengan cara manipulasi kebohongan, menyebarkan kebencian atau lebih parah menghasut suatu kekerasan.
Berita palsu yang paling umum kita dengar biasanya seputar bidang politik, contoh salah satu kampanye ‘berita palsu’ melawan kandidat oposisi utama, Anies Baswedan, mengatakan, “Jika Bapak Baswedan kalah dalam pemilihan, akan ada Revolusi Muslim”. Berita ini akan memecah belah kaum agama Islam dengan non-Islam, jika para pembaca tidak memfilter dahulu kebenaran informasi tersebut, sehingga akan memicu perpecahan dalam masyarakat. Selain itu berita palsu digunakan sebagai pengalihan isu sehingga pandangan publik terhadap sesuatu dapat di kontrol oleh media.
Berita palsu atau hoax lebih mudah tersebar dan skandal palsu lebih sering dapat dipercaya daripada berita yang benar. Jika berita palsu terus disebarluaskan, pada akhirnya hoax memiliki dampak buruk seperti menimbulkan rasisme, pelecehan, intimidasi, dan pencemaran nama baik seseorang.
Berita palsu tersebut lebih mudah tersebar dalam platform social media, seperti facebook, whatsapp atau instagram. Beberapa orang cenderung ingin menyebarluaskan berita hangat tanpa mempertimbangkan kebenaran informasi tersebut agar terlihat lebih “update”. Untuk itu, sebelum menyebarkan suatu berita, ada baiknya kita mengecek valid atau tidakkah informasi tersebut. Menurut Damian Collins, Ketua Komite Budaya, Media dan Olahraga, berita palsu bisa menjadi suatu ancaman bagi demokrasi dan dapat merusak kepercayaan pada media secara umum. Untuk itu, pastikan kita mengecek kebenaran sebuah informasi sebelum menyebarkannya ke teman atau keluarga kita.
Foto : Google Images