Bulan Ramadhan menjadi bulan yang paling ditunggu oleh umat Muslim di berbagai penjuru dunia. Sebab Ramadhan adalah bulan suci, waktu yang tepat untuk menjalani ibadah sebanyak-banyaknya.
Tak heran bila kedatangan Ramadhan disambut dengan penuh suka cita oleh umat Muslim dengan berbagai cara, sesuai kebuadayaan setempat.
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam memiliki berbagai tradisi dalam menyambut datangnya bulan suci tersebut. Salah satu yang menarik adalah tradisi yang biasa dilakukan oleh umat Umat Muslim di Papua, yaitu Tradisi Bakar Batu.
Apa itu Tradisi Bakar Batu? Yaitu berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung yang bertujuan untuk bersyukur, bersilaturahim (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat) untuk menyambut kebahagiaan. Inti dari tradisi ini adalah kasih sayang dan bergotong royong.
Lalu seperti apa proses Tradisi Bakar Batu berlangsung? Menurut Nurlina Umasugi, salah satu warga setempat, pada acara tersebut kaum pria bertugas menggali lubang yang akan digunakan sebagai wadah bakar batu. Sedangkan kaum wanita menyiapkan bahan-bahan makanan untuk dibakar.
“Proses pembakaran dilakukan secara manual dan tradisional,” tambahnya.
Lebih rinci berikut ini beberapa tahapan dalam Tradisi Bakar Batu:
- Batu diletakan di atas perapian lalu dibakar sampai kayu habis terbakar sehingga batu menjadi panas terkadang sampai berwarna merah membara.
- Bersamaan dengan hal itu warga membuat lubang yang cukup dalam untuk menempatkan makanan dan batu bakar.
- Batu panas tadi diletakan di dasar lubang yang sebelumnya sudah di letakan daun pisang serta ilalang.
- Setelah diletakan batu panas, lalu diletakan lagi daun pisang di atas batu panas lalu langsung ditaruh daging sapi atau ayam.
- Di atas daging tersebut ditutup daun pisang, kemudian di atasnya diletakkan batu panas lagi dan ditutup daun.
- Di atas daun, ditaruh ubi jalar (batatas), singkong (hipere), dan sayur-sayuran lainya kemudian ditutup daun lagi.
- Di atas daun paling atas ditumpuk lagi batu panas dan terakhir ditutup daun pisang dan alang-alang.
Membayangkannya saja sudah seru ya?
Tradisi bakar Batu ini bisa diikuti oleh semua warga dari berbagai kalangan dan segala usia. Secara umum, Tradisi Bakar Batu tidak hanya dilakukan saat menjelang Ramadhan tapi juga digelar pada moment-moment tertentu, seperti perdamaian pasca perang atau konflik.
Bahkan juga dilakukan warga non-Muslim di Papua. Bedanya adalah terletak pada bahan makanannya saja.
Sebab seperti dikatakan sebelumnya, pada intinya tradisi ini untuk bersyukur, bersilaturahim (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku), atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Pada umumnya dilakukan oleh suku pedalaman/pegunungan, seperti di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, dan Yahukimo.
Tetapi khusus bagi warga Muslim di Papua, tradisi ini berlangsung sepekan sebelum Ramadhan. Sebab Tradisi Bakar Batu juga dimanfaatkan untuk bertemu serta saling bermaafan satu sama lain sebelum memasuki bulan suci Ramadhan.
Jadi tidak ada salahnya tetap memelihara tradisi ya, selama tetap menjaga akidah dan persatuan.